Skip to main content

Featured

JEDA

Suatu ketika telinga butuh jeda dari bising dunia, dari suara-suara tanpa nada dan kata yang kehilangan makna. Layaknya malam, yang sejenak sembunyi dari hiruk pikuk siang, terik yang menyengat.  Berhentilah bersuara, berteriak, memaki, mengeluh, menghakimi, agar tenang sekejap dan angin memanjakan telinga.  Dan dunia tidak harus selalu dihiasi oleh suara sumbangmu. Maka berhentilah berbicara, untuk mendengarkan dunia. 

“Odit Pingin Punya Pacar, No.”

Seperti malam-malam sebelumnya, selama hampir satu minggu belakangan ini, Odit terbangun tepat jam 2 malam. Alam bawah sadarnya memaksanya untuk terjaga tatkala yang lain nyenyak memeluk mimpi. Dan seperti malam sebelumnya juga, Odit hanya menemukan sunyi dan kosong dalam kamarnya. Tangan Odit meraba-raba dalam keremangan, mencara Nino, teman tidurnya. Odit menemukan Nino di sudut sebuah toko boneka di salah satu town square di Selatan Jakarta kurang lebih satu tahun lalu, ketika hati Odit masih retak di sana sini, ketika pusaran cinta menariknya dan kemudian menghempaskan Odit ke palung yang sangat dalam dan gelap tanpa warna, hanya ada pengap, dan Odit benar-benar tidak tahu bagaimana caranya keluar dari tempat terkutuk itu. Dan kini, sudah lebih satu tahun sejak malam di mana Odit terhempas, tetapi Odit kadang masih merasa dia belum sepenuhnya keluar dari kegelapan itu, dari ruang yang membuatnya merasa sulit bernafas.

Sebenarnya Odit tidak tahu, Nino si polar bear itu berjenis kelamin laki-laki atau perempuan. Tapi kemudian Odit memutuskan agar Nino berjenis kelamin lelaki saja, siapa tahu bisa membantu Odit untuk terapi penyembuhan luka hatinya.

Tangan Odit menemukan Nino, meraihnya, dan memeluknya perlahan. Odit takut membangunkan Nino. Tapi Odit juga sebenarnya ingin Nino terbangun, mendengarkannya, meraihnya dan menenangkannya.

“No, Odit kok jadi kebiasaan ya terbangun jam segini? Odit jadi ngantuk terus di kantor No,” Nino terdiam, merasakan pelukan Odit yang lembut dan hangat.

“Odit mimpi lagi No, Odit mimpi dia lagi. Odit gak tau siapa dia No, siapa namanya. Tapi wajahnya jelas banget di mimpi Odit, senyumnya menenangkan, matanya jernih, alis matanya tebal, dan seperti ada tanda lahir di hidungnya No. Tapi Odit gak tau siapa dia No, Odit betul-betul belum pernah ketemu dia.” Odit menghela nafas dalam dan menghembuskannya perlahan. Nino merasakan nafas hangat Odit di hidungnya, dan itu membuat Nino merasa nyaman sekali.

“Odit pingin deh beneran ketemu sama dia No, kira-kira dia itu beneran ada gak ya? Kalau ada, di mana dia? Siapa dia? Gimana hidupnya? Terus kok bisa ya Odit mimpiin dia terus No? kok bisa Odit mimpiin orang yang gak pernah Odit temui, sampe berkali-kali lagi No, Odit jadi bingung deh No.” Mata Odit menerawang, menembus langit-langit kamarnya. Diam-diam Nino merasakan keresahan Odit.

“Odit udah berdoa, udah minta sama Tuhan, kalau memang dia itu ada, Odit minta Tuhan pertemukan Odit dengan dia. Odit tahu No, Tuhan itu maha baik, Tuhan tahu mana yang terbaik buat umatnya walaupun Odit seringkali beda pendapat ama Tuhan No. Seperti sekarang ini, Odit seringkali merasa kesepian, Odit pingin punya pacar No, tapi Odit yakin menurut Tuhan Odit lebih baik sendiri dulu menata hidup Odit. Tapi Odit butuh teman istimewa No, orang yang mengulurkan tangannya ketika Odit menggapai minta tolong, orang yang mengisi hati Odit ketika Odit merasa kesepian, orang yang berjalan di samping Odit saat hujan atau terik menyengat, orang yang menyediakan bahunya ketika Odit merasa capek dan pingin nangis, Odit kan gak selamanya merasa kuat No, adakalanya Odit merasa rapuh dan butuh orang yang memeluk Odit. Odit pingin sosok yang ada di mimpi itu orangnya. Odit ngaku deh No, Odit jatuh cinta sama dia. Bodoh banget ya Odit, atau cuma gila No? Lebih bagus mana siy No, bodoh atau gila?” Lagi, Nino terdiam, meresapi semua kalimat-kalimat yang meluncur dari bibir Odit.

Malam semakin menepi, menyisakan sedikit waktu buat Odit dan Nino yang tenggelam dalam pikirannya masing-masing.

*ada sambungannya, mudah2an*

Comments

Popular Posts