Skip to main content

Featured

JEDA

Suatu ketika telinga butuh jeda dari bising dunia, dari suara-suara tanpa nada dan kata yang kehilangan makna. Layaknya malam, yang sejenak sembunyi dari hiruk pikuk siang, terik yang menyengat.  Berhentilah bersuara, berteriak, memaki, mengeluh, menghakimi, agar tenang sekejap dan angin memanjakan telinga.  Dan dunia tidak harus selalu dihiasi oleh suara sumbangmu. Maka berhentilah berbicara, untuk mendengarkan dunia. 

Aii..aii…siapa dia??

Ini sabtu pagi yang biasa-biasa saja seperti sabtu-sabtu lainnya kecuali saya bangun lebih awal dan punya niat mulia untuk masak ikan cue tumis cabe bawang dan tomat (terinspirasi beberapa hari lalu waktu makan siang di kantor dengan menu itu).

Sambil menunggu tukang sayur lewat depan rumah, saya mencabuti rumput-rumput liar yang tumbuh di pot pohon adenium saya. Tengah asik jemari saya mengakhiri hidup rumput-rumput itu, tiba-tiba saya mendengar suara sepeda motor berhenti tidak jauh dari tempat saya jongkok. Dengan sikap autis, saya tetap melanjutkan pekerjaan saya tanpa memperdulikan sepeda motor tersebut, sampai akhirnya saya mendengar suara si empunya motor menyapa saya.

“Permisi mBak…”

Saya mendongak ke arah suara itu. Alih-alih menjawab salamnya, saya hanya memandang wajahnya takjub (dan saya yakin dengan mulut setengah terbuka). Kemudian hati saya pun sibuk bergumam dan berdendang*busyeeet..cakep banget, aaii..aii..siapa diaaaaa..?*

“mBak, permisi..” ulangnya, kali ini dengan menghadiahi saya sebuah senyum manis.

*anjrit, tambah cakep*

“ee..ii..i..yaa..Mas, cari siapa?” Penyakit menahun saya pun tiba-tiba kambuh, gagap tak menentu menghadapi lawan-bicara-yang-jarang-bisa-ditemui-di-kampung-saya ini. (kampung saya itu jauh dari mana-mana, dari jakarta jauh, dari pusat kota depok jauh, dari bogor juga jauh. Delivery pizza hut aja gak sampe ke sana, sepupu saya udah pernah coba, dan gak bisa).

*ooo please, cari gw dunk, cari gw* hati saya setengah merengek.

“Maaf mBak, tau rumah Bapak anu nggak? Alamatnya ini, RT segini, Rw segitu, nomer sekian?”

“Mmmm..Bapak anu ya Mas? Alamatnya disitu ya Mas, RT segini ya Mas? RW segitu ya? Nomer sekian ya Mas?” Entah karena gugup, atau ingin menahan si Mas-Mas nya lebih lama lagi, saya hanya mengulang semua ucapannya, bukan menjawab pertanyaannya.

“Iya mBak, tau nggak?”

“Mmmm..kayaknya saya nggak tau deh Mas, bukan daerah sini siih, jadi saya nggak tau (tapi kalo Mas pingin saya temenin cari alamat Bapak itu, saya mau kok)” Jawab saya sambil meremas-remas rumput liar yang ada di genggaman saya.

“Ooo..ya udah mBak, makasih ya mBak.” Sambil tersenyum dia permisi dan naik ke atas motornya. Saya pun berusaha sekuat tenaga untuk tidak ikut lompat ke atas motornya.

Ah, Mas-Mas tadi itu bukan cuma cakep, tapi juga sopan dan matanya jeli, dia tau mana yang harus dipanggil Ibu, dan mana yang harus dipanggil mBak .

“Aii aaii..siapa diaa…ai ai aiii…siapa diaaa..” kali ini bukan hanya dalam hati, tapi saya bersenandung lirih . Benar-benar berkah bangun pagi di hari libur

Comments

Popular Posts