Skip to main content

Featured

JEDA

Suatu ketika telinga butuh jeda dari bising dunia, dari suara-suara tanpa nada dan kata yang kehilangan makna. Layaknya malam, yang sejenak sembunyi dari hiruk pikuk siang, terik yang menyengat.  Berhentilah bersuara, berteriak, memaki, mengeluh, menghakimi, agar tenang sekejap dan angin memanjakan telinga.  Dan dunia tidak harus selalu dihiasi oleh suara sumbangmu. Maka berhentilah berbicara, untuk mendengarkan dunia. 

It took me 6 hours to get home! (begini niiy kalo kereta ngadat)

Hari Jumat lalu, jam 4 sore kurang 10 menit, saya sedang beres-beres untuk segera pulang ketika instant message dari admin KRLmania popped up di monitor kompi saya memberitahukan adanya keterlambatan kereta karena salah satu KRL pentografnya tersangkut di Tanjung Barat.

Para roker (rombongan kereta) Jabodetabek sudah sangat akrab dengan gangguan-gangguan senada yang mengakibatkan tertundanya perjalanan kereta hingga bisa berjam-jam lamanya . Gara-gara pentograf yang tersangkut dan listrik aliran atas (LAA) yang terputus itu, antara Pasar Minggu dan UI hanya satu jalur KRL yang dipakai. Akibatnya di jalur padat Jakarta – Bogor, pada saat rush hours pula, terjadi antrian panjang kereta dari mulai Jakarta Kota hingga Pasar Minggu.

Saya baru sampe rumah jam 10 malem padahal sudah dari jam setengah lima sore saya ada dalam kereta, temen saya yang di Bogor lebih kasian lagi, jam 11.20 malem baru nyampe rumah (dan saking capeknya malah gak bisa tidur sampe sahur). Saya yang dari stasiun Tebet ikut kereta ke stasiun Manggarai dulu untuk selanjutnya balik lagi ke stasiun Tebet masih beruntung dapet tempat duduk di KRL AC ekonomi Depok, jadi di tengah keterlambatan itu saya masih bisa duduk manis bareng temen-temen saya, ketawa ketiwi dan foto-foto gak jelas.

Sampe stasiun Pasar Minggu, para demosntran dalam perut saya semakin gencar meneriakkan protesnya, “lapar..lapar..lapar”. Iyalaah sejak buka tadi sampe jam 8 malem baru minum segelas air mineral. Saya dan temen-temen pun akhirnya mengalah dan memutuskan untuk turun di stasiun ini saja, gak sampe Depok.

Begitu melewati pintu peron, seorang petugas penjaga menegur saya, “Karcisnya mBak”, serunya sambil menadahkan tangan. “Yaaelaah Mas, kereta mogok gini masih ditagih juga karcisnya….ada niy dalem tas, males aja saya ngeluarinnya”, dan saya pun berlalu. Karcis seharga 6000 perak itu sampe hari ini masih ada dalam tas saya.

Comments

Popular Posts