Skip to main content

Featured

JEDA

Suatu ketika telinga butuh jeda dari bising dunia, dari suara-suara tanpa nada dan kata yang kehilangan makna. Layaknya malam, yang sejenak sembunyi dari hiruk pikuk siang, terik yang menyengat.  Berhentilah bersuara, berteriak, memaki, mengeluh, menghakimi, agar tenang sekejap dan angin memanjakan telinga.  Dan dunia tidak harus selalu dihiasi oleh suara sumbangmu. Maka berhentilah berbicara, untuk mendengarkan dunia. 

Yeay Hujan!

Hujan. Saya suka hujan, saya suka aroma hujan. Saya suka ketika butiran-butiran air itu melepaskan diri dari awan yang jenuh uap air, dan kemudian menghapus debu di udara, jatuh di daun-daun, menimpa kaca jendela dan atap rumah dengan riuh rendah nyanyiannya. Dan nyanyian itu, nyanyian hujan itu, sungguh mampu menenangkan hati saya.

Semasa saya duduk di sekolah dasar, daerah tempat tinggal saya itu masih sangat kampung. Jarak dari rumah ke sekolah yang cukup jauh itu, saya tempuh dengan jalan kaki. Melewati sawah, kebun, sungai dengan aliran air yang cukup besar dan jalan tanah setapak. Waktu itu jarang sekali orang yang punya kendaraan bermotor. Dan ketika hari hujan, saya akan berjalan kaki ke sekolah dengan membawa sebilah daun pisang sebagai payung. Masih sangat jelas dalam ingatan, saya berseragam putih merah, menggendong tas punggung, bertelanjang kaki (sepatu dan kaus kaki saya simpan dalam tas) berpayung daun pisang. Tapi apabila hujan selepas sekolah, saya tidak akan susah payah berpayung apa pun, saya lebih suka pulang berhujan-hujan.

Dan setelah menjadi perempuan seutuhnya, ada satu scene yang selalu bermain di kepala saya ketika hujan turun. Saya duduk di sofa mungil dekat jendala kamar saya yang didominasi warna putih, dengan secangkir kopi, memandang derai hujan yang jatuh di kaca jendela kamar. Sungguh suatu kedamaian yang sempurna. 

Comments

Popular Posts